Minggu, 14 Maret 2010

Mengenali Anak Autis dan Dunianya

Kata autis memang sudah familiar di telinga masyarakat. Namun tak sedikit orang yang tidak mengenali gejalanya. Bahkan orang tua penderita sendiri. Karena itulah, banyak penderita autis yang tumbuh besar tanpa penanganan.
AUTIS bukanlah penyakit. Ia tidak dapat disembuhkan atau dihilangkan 100 persen. Tetapi penyandang autis dapat kembali normal layaknya anak pada umumnya apabila terapi dan penanganannya dilakukan dengan baik.
Definisi autis sendiri adalah suatu gangguan perkembangan fungsi otak yang sangat kompleks dan jenisnya bervariasi. Biasanya, gejalanya muncul pada usia tiga tahun pertama. Demikian dikatakan pemerhati Autis Harapanku Balikpapan Emil Hasan Naim.
Penyebab autis belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa penyebabnya karena saat mengandung ibunya keracunan logam berat pada makanan atau kebanyakan mengonsumsi makanan yang mengandung bahan kimia dan pengawet. Namun hal ini masih dibantah oleh beberapa penelitian lain.
Menurut Emil, ada tiga persoalan pada penyandang autis. Pertama, minimnya interaksi penderita terhadap lingkungan. “Anak penyandang autis hanya sibuk sendiri,” kata Emil.
Kedua, penyandang autis terkendala dalam berkomunikasi, baik bicara, maupun isyarat, atau gambar. Ketiga, lanjut Emil, memiliki perilaku unik dan tingkah yang tidak lazim dilakukan anak-anak seusianya.
Autis dibagi menjadi tiga tingkatan atau Autism Spectrum Disorder, ringan, sedang dan berat. Karena setiap penyandang memiliki kasus yang berbeda, maka penanganannya pun tergantung kondisi anak dan tingkatannya.
Ciri-ciri anak penyandang autis dapat diketahui pada usia dini. Seperti sulit membaur dengan teman, tertawa yang tidak wajar, enggan bertatap mata, senang menyendiri, suka benda-benda yang berputar, hiperaktif, tidak peduli bahaya, bermain dengan cara yang tidak umum, dan masih banyak ciri-ciri lainnya.
Emil menuturkan, dalam mendiagnosis penyandang autis, psikolog atau dokter biasanya melakukan wawancara terhadap orang tua anak autis. Gunanya untuk mengetahui setiap fase tumbuh kembang anak. Sebab tidak ada patokan pasti untuk langsung memvonis seseorang termasuk penyandang autis atau bukan. Setelah mendiagnosis, lanjutnya, penanganan selanjutnya adalah melakukan terapi yang disesuaikan dengan hasil diagnosa.
“Selain di sekolah terapi, terapi juga harus rutin dilakukan di rumah. Oleh karena itulah, orang tua harus ikut melihat metode terapi yang dilakukan di tempat terapi,” kata Emil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar